Stop! Pemekaran Justru Menghancurkan Tatanan Hidup |
Paguyuban-paguyuban yang adalah kabupaten-kabupaten di Tanah Papua mengirim utusannya masing-masing dalam diskusi AMP kali ini. 15 kabupaten mengirim wakilnya.
Lebih lanjut
dia menjelaskan, "Di Pegunungan Bintang, budaya kerja benar-benar
hancur. Tidak ada. Makan saja di warung. Kan ada uang Otsus to, yang
pusat kasih. Kebun rumput tinggi, samping rumah tidak ada tanaman."
Sementara itu,
utusan Paguyuban Dogiyai, Yahanes Kuayo juga menjelaskan, bahwa
pemekaran justru menjadi titik balik dimana kekuasaan atas pasar, tanah,
dan sumber daya alam beralih kendali. Sebelumnya, SDA, pasar,
didominasi masyarakat Dogiyai. Setelah pemekaran, rakyat asli
benar-benar jadi penononton. Fenomena ini juga terjadi di hampir semua
kabupaten di tanah Papua.
Perwakilan
Paguyuban Deiyai menilai, pemekaran dengan arus moderniasasi mendominasi
semua sistem, dan meluluhlantahkan sistem adat dan tatanan hidup rakyat
yang telah ada sejak dahulu. Padahal,kata dia, manusia Papua itu
manusia adat. Dan bila adat diganggu, artinya keseimbangan manusia
sebagai manusia Papua juga terganggu. Akibatnya, banyak perilaku aneh
muncul.
Yang bahaya,
menurut utusan Mamberamo Raya, dirinya mengaku tidak tahu menahu, di
mana kantor Bupati, siapa saja yang bekerja di dalamnya. Karena kata
dia, semua kantor ada di Wamena. Semua kerja di Wamena.
Nama saja
kabupaten Mamberamo. Yang ada hanya tentara yang banyak di sana. Mereka
ajar siswa, yang cantik mereka kasih hamil, kemudian putus sekolah.
Mereka ajar juga cuma pelajaran Nasionalisme Indonesia dan pelajaran
yang mereka tahu, itu saja.
Bahkan,
yang lebih parah, pemekaran justru menjadi pintu masuk bagi perdagangan
Minuman Keras. Anehnya, Polisi dan TNI justru yang menjadi pemasok
Miras. Hal ini diakui, masih terjadi di Nabire, Pegunungan Bintang,
Dogiyai, Mamberamo Raya, Lany Jaya, Paniai, Sorong Selatan, Rambraw, dan
beberapa utusan paguyuban lainnya.
Mahasiswa
secara bersama-sama kemudian merumuskan, bahwa pemekaran hanya menjadi
pintu masuk kehancuran, dalam bentuk Miras, Dominasi Pasar, Peredaran
Uang yang terlampau banyak tanpa kendali, Sex Bebas, Pemerkosaan dan
tindakan melanggar HAM oleh TNI/Polri, dan kehancuran tatanan adat
setempat oleh berbagai arus globalisasi.
Jangan Ada Pemekaran Lagi!
Di tempat yang
terpisah, Roy Karoba, mantan ketua Aliansi Mahasiswa Papua
menungkapkan, pemekaran yang ada saja, sudah menimpulkan dampak negatif
yang sedemikian parah.
Maka ia dengan
tegas menolak rencana pemekranan 33 DOB di tanah Papua. Menurutnya,
bila pusat betul mengesahkan, itu bukan karena mereka berniat baik,
tetapi ingin membunuh orang Papua. Karena kata dia, pemekaran sudah
jelas jelas banyak dampak negatifnya. "Pemekaan dibiarkan tanpa kendali
dan kontrol sehingga tidak berjalan baik," kritiknya.
Sementara
Aris Yeimo, anggota AMP mewakili AMP mengatakan, bahwa sebagai bangsa
Papua, Papua berhak untuk menentukan nasib sendiri. Ia menyebut
pemekaran sebagai salah satu trik politik dekolonisasi RI, agar Papua
dapat tetap bersama RI agar kekayaan Papua terus dikuras, bersama
kapitalisme global yang telah lama bersahabat dengan RI. (MS/Topilus B. Tebai)
Sumber : www.majalahselangkah.com
0 komentar:
Posting Komentar