Seketika
itu Kakiku Menginjak Diatas
Pundakmu Bersejejer, Rasanya Hidupku Ini Sedang berada di dunia lain karena aku
selalu Menghirupi Penaroma Keindahan
Alam Raya Duma Dama dan nyanyian kicauan burung-burung bernyanyi merdu dengan
bahasamu sendiri yang tumbuh Bagai
Nyonya Manis Yang Terjung Dari
Balik gunung-Gunung Yang Terjal Dan Dari
Lembah-Lembah Yang melukiskan sejuta Mesteri, wahai engkau
jandungku engkau selalu mengalirkan sejuta realita kehidupan bagi penghuni alam raya Duma Dama.
Wahaiii alamku !!!
Kini aku meratap
disebarang tanah rantauan.wahaii jandungku, dan alamku kini rasanya aku ini
binggung karena penaroma keindahaanmu yang pernah kurasakan itu kini mulai
terhilang dari pandanganku karena algoio-algojo yang asing yang pandangannaya
pun kita tak pernah melihatanya itu. Wahaii jandungku kini aku bingung mahluk
itu karena akupun tidak datangnya mahluk itu. Aku memcoba mencarinya dari nan jauh sana tanah seberang dan aku mencarinya dari gunung
ke gunung, dari lembah ke lembah guna mengembalikan
kepanoraman keindahaanmu
itu, namun wahaii alamku kehilangan akar demi mengembalikamu ke asal mulamu.
Wahii alamku
Darimana datangnya pertolongan itu demi mempertahankan kepanoramanmu
itu, dimana mendapatkan pertolonganmu dan siapakah akan memberi pertolongan
bagimu wahaii jandung.
Wahaii alam apakah aku mampuh untuk
menyelamatkanmu, atau aku harus berdiam di tempat. Wahaii aku akan berusaha
dengan seluruh hidupku, kekuatanku bahkan aku akan meyerahkan nyawa ketangan
mahluk- mahluk asing yang mau menyelang jandungku itu.
Sekian sekilas puisi dari penghuni alam
raya Duma Dama.
Penulis : Bonfasius Yatipai
Mahasiswa Stikom Jayapura,
Putra Asal Duma-Dama
Penulis : Bonfasius Yatipai
Mahasiswa Stikom Jayapura,
Putra Asal Duma-Dama
0 komentar:
Posting Komentar